1. Pengertian Sistem Perekonomian
Sistem perekonomian adalah sistem
yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang
dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut.
Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya
adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa
sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam
sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan
sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrem tersebut. Selain
faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut
mengatur produksi dan alokasi. Sebuahperekonomian terencana (planned economies)
memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan
alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic),
pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa
melalui penawaran dan permintaan.
2. Sistem Perekonomian Indonesia
Sejarah Perkembangan
·
1950-1959 : Sistem ekonomi liberal (masa
demokrasi)
·
1959-1966 : Sistem ekonomu etatisme (masa
demokrasi terpimpin)
·
1966-1998 : Sistem ekonomi pancasila (demokrasi
ekonomi)
·
1998-sekarang : Sistem ekoonomi pancasila
(demokrasi ekonomi) yang dalam prakteknya cenderung liberal.
Di indonesia kita mengenal sebuah
kata demokrasi begitu juga dengan sistem ekonominya, sistem demokrasi ekonomi
adalah sistem ekonomi yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dan juga mempunyai landasan ekonominya yaitu berlandaskan kepada :
“UUD 1945 hasil amandemen yang disahkan MPR pada 10-08-2002, yaitu
pasal 33 ayat 1,2,3,4”
Menurut UUD 1945, sistem
perekonomian Indonesia tercantum dalam pasal-pasal 23, 27, 33 & 34.
Demokrasi Ekonomi dipilih karena memiliki ciri-ciri positif yang di antaranya
adalah (Suroso, 1993):
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak yang di kuasai oleh negara.§
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.§
Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih
pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan kehidupan
yang layak.§
Pengawasan terhadap kebijaksanaannya serta sumber-sumber kekuatan dan keuangan
negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat. §
Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.§
Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap
warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan
kepentingan umum.§
Fakir miskin§ & anak-anak terlantar
di pelihara oleh Negara.
Dengan demikian di dalam
perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya :
1. Free fight liberalism, yaitu adanya suatu kebebasan usaha
yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi
yang lemah dan terjajah dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah
si kaya dan si miskin.
2. Etatisme, yaitu
keikutsetaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan
kreasi masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat. Jadi masyarakat
hanya bersikap pasif saja.
3. Monopoli,suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada
satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen
untuk tidak mengikuti keingian sang monopoli. Disini konsumen seperti robot
yang diatur untuk mengikuti jalannya permainan.
Pergulatan pemikiran tentang
sistim ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah dimulai sejak
Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan pemikiran tersebut
masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan pemikiran tentang
sistim ekonomi pancasila SEP. Menurut Sri-Edi Suwasono (1985), pergulatan
pemikiran tentang ESP pada hakikatnya merupakan dinamika penafsiran tentang
pasal-pasal ekonomi dalam UUD 1945.
3. Tokoh-tokoh Ekonomi Indonesia
Sejak berdirinya negara RI, sudah
banyak tokoh-tokoh negara pada saat itu yang telah merumuskan bentuk
perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun
diskusi kelompok. Namun ada beberapa yang perlu dibahas secara rinci karena
mereka merupakan faunding father dan juga tokoh- tokoh ekonomi yang ikut
mewarnai sistem ekonomi kita, diantaranya :
A. Pemikiran Mohammad Hatta (Bung Hatta)
Bung Hatta selain sebagai tokoh
Proklamator bangsa Indonesia, juga dikenal sebagai perumus pasal 33 UUD 1945.
bung Hatta menyusun pasal 33 didasari pada pengalaman pahit bangsa Indonesia
yang selama berabad-abad dijajah oleh bangsa asing yang menganut sitem ekonomi
liberal-kapitalistik. Penerapan sistem ini di Indonesia telah menimbulkan
kesengsaraan dan kemelaratan, oleh karena itu menurut Bung Hatta sistem ekonomi
yang baik untuk diterapkan di Indonesia harus berasakan kekeluargaan.
B. Pemikiran Wipolo
Pemikiran Wipolo disampaikan pada
perdebatan dengan Wijoyo Nitisastro tentang pasal 38 UUDS (pasal ini identik
dengan pasal 33 UUD 1945), 23 september 1955. Menurut Wilopo, pasal 33 memiliki
arti SEP sangat menolak sistem liberal, karena itu SEP juga menolak sector
swasta yang merupakan penggerak utama sistem ekonomi liberal-kapitalistik.
C. Pemikiran Wijoyo Nitisastro
Pemikiran Wijoyo Nitisastro ini
merupakan tanggapan terhadap pemikiran Wilopo. Menurut Wijoyo Nitisastro, pasal
33 UUD 1945 sangat ditafsirkan sebagai penolakan terhadap sector swasta.
D. Pemikiran Mubyarto
Menurut Mubyarto, SEP adalah
sistem ekonomi yang bukan kapitalis dan juga sosialis. Salah satu perbedaan SEP
dengan kapitalis atau sosialis adalah pandangan tentang manusia. Dalam sistem
kapitalis atau sosialis, manusia dipandang sebagai mahluk rasional yang
memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan akan materi saja.
E. Pemikiran Emil Salim
Konsep Emil Salim tentang SEP
sangat sederhana, yaitu sistem ekonomi pasar dengan perencanaan. Menurut Emil
Salim, di dalam sistem tersebutlah tercapai keseimbangan antara sistem komando
dengan sistem pasar. “lazimnya suatu sistem ekonomi bergantung erat dengan
paham-ideologi yang dianut suatu negara”.
F. Sumitro Djojohadikusumo
Dalam pidatonya di hadapan School
of Advanced International Studies di Wasington, AS Tanggal 22 Februari 1949,
menegaskan bahwa yang dicita-citakan bangsa Indonesia adalah suatu macam
ekonomi campuran. Lapangan-lapangan usaha tertentu akan dinasionalisasi dan
dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam
lingkungan usaha swasta.
4. Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia
Meskipun pada awal
perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila,
Demokrasi Ekonomi dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti system
perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia.
Awal tahun 1950an- 1957an
merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia.
Demikian juga dengan sistem etatisme, yang mewarnai sistem perekonomian
Indonesia pada tahun 1960an sampai dengan masa orde baru.
a. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi dan keuangan pada
masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh Inflasi yang
sangat tinggi yang dikarenakan beredarnya lebih dari satu mata uang secara
tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De
Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan
Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga
mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang
beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. Adanya blokade ekonomi oleh
Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri
RI.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain:
Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh
menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan
Juli 1946.§
Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras
ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus
blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.§
Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan
untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah
ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah
sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.§
Pembentukan Planning Board (Badan Perancang
Ekonomi) 19 Januari 1947§
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang
(Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang
produktif.§
Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha
swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan
swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat :
sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).§
b. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal,
karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip
liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik
yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih
lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha
Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia
yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1. Gunting Syarisuddin, yaitu
pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang
yang beredar agar tingkat harga turun.
2. Program Benteng (Kabinet
Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir
nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi
impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir
pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar
nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha
ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa
bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan
fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
(kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr. Iskak Cokrohadisuryo, yaitu
penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha
non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan
pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang
berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit
dari pemerintah.
5. Pembatalan sepihak atas
hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha
pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
c. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit
presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan
struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur
oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran
bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme).
Akan tetapi, kebijakan-kebijakan
ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan
ekonomi Indonesia, antara lain :
1. Devaluasi yang diumumkan pada
25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp
500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua
simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi
(Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
3. Devaluasi yang dilakukan pada
13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang
rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di
masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka
tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka
inflasi.
4. Kegagalan-kegagalan dalam
berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat
pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek
SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_perekonomian
http://onlinebuku.com/2009/03/06/sejarah-perekonomian-indonesia/