ROI GONZALES SILALAHI: ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA, KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI PAPUA

Logo Gunadarma

Logo Gunadarma

Monday 22 April 2013

ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA, KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI PAPUA





Roi Gonzales Silalahi




UNIVERSITAS GUNADARMA
2013/2014
JAKARTA


1.      Identitas Artikel
a.       Judul                                            
ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA, KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN ANTARWILAYAH DI
PROVINSI PAPUA
b.      Penulis                                           : Ida Ayu Purba Riani dan M. Pudjihardjo
c.       Jurnal                                             : Bumi Lestari
d.      Volume                                         : 12
e.       Tahun                                            : 2013
f.       Nomor                                           : 1
g.      Hal                                                 : 137-148
2.      Pendahuluaan
a.       Motivasi                                       
Provinsi Papua merupakan aset nasional yang agak terbengkalai penanganannya, tetapi sekaligus merupakan aset simpanan untuk keperluan masa depan bangsa dan negara.
b.      Tujuan                                          
Mendeskripsikan dan menganalisis dampak dari kebijakan pemekaran daerah terhadap kenaikan pendapatan per kapita, penurunan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan antarwilayah.
3.      Tinjauan Pustaka dan Hipotesis
a.         Tinjauan Pustaka
1)        BPS Papua. 2010a. Produk Domestik Regional Menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Tahun 2004-2008. Biro Pusat Statistik Provinsi Papua, Jayapura.
2)        BPS Papua. 2010b. Daerah Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Provinsi Papua, Jayapura.
3)        Brata, G. 2008, Pemekaran Daerah di Papua: Kesejahteraan Masyarakat vs. Kepentingan Elit. Fakultas Ekonomi/Pusat Studi Kawasan Indonesia Timur, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
4)        Darmawan. 2007. Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007. Penerbit BRIDGE (Building and Reinventing Decentralised Governance), Jakarta.
5)        Dawood, T.C. 2007. Pemekaran Daerah dan Dampaknya Terhadap Alokasi Anggaran Untuk Pelayanan Publik. Policy Paper, Aceh Recovery Forum, Aceh.
6)        Do Carmo, O.J., and Martinez-Vazquez, J. (2001). Czech Republic intergovernmental fiscal relations in the transition Europe and Central Asia. Poverty Reduction and Economic Management Series, World Bank Technical Paper, (517).
7)        Hafizrianda, Y. 2007. Dampak Pembangunan Pertanian Terhadap Distribusi Pendapatan dan Perekonomian Regional Provinsi Papua: Suatu Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
8)        Hafizrianda, Y. 2010. Potensi Dan Identifikasi Pengembangan Produk Unggulan Usaha Rakyat Di Provinsi Papua. Makalah disampaikan dalam Pembukaan Kuliah Umum Universitas Cenderawasih Tanggal 18 Agustus 2010, Auditorium Universitas Cenderawasih, Jayapura.
9)        Hofman, B., Fitrania; F., and K. Kaisera. Unity in diversity? The creation of new local governments in a decentralising Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 41(1): pp. 57-79.
10)    Juwaini, J, 2008. Pemekaran Daerah Untuk Kesejahteraan Masyarakat. www.dpr.go.id, Diakses tanggal 10 April 2008.
11)    O’Dwyer, C. (2006). Reforming regional governance in East Central Europe: Europeanization or domestic politics as usual. East European Politics and Societies, 20(2), 219-253.
12)    Percik. 2007. Proses dan Implikasi Sosial-PolitikPemekaran: Studi Kasus di Sambas dan Buton. USAID Democratic Reform Support Program (DRSP) dan Decentralization Support Facility (DSF), Jakarta.
13)    PKP2AI. 2004. Evaluasi Kinerja Pembangunan Pra Dan Pasca Pemekaran Wilayah : Studi Kasus Kabupaten Tasikmalaya. Pusat Kajian Dan Diklat Aparatur, Lembaga Administrasi Negara, Bandung.
14)    Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Baduose Media. Padang.
15)    148Suebu, B. 1995. Pembangunan berkelanjutan untuk siapa ?. Dalam Otonomi Daerah, Peluang dan Tantangan 2002. Prociding : Hasil diskusi terbatas memperingati sewindu Suara Pembaharuan dan HUT ke 50 Republik Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
16)    Suebu. B. 2007. Kami Menanam, Kami Menyiram, Tuhanlah yang Menumbuhkan ; Tahun Pertama Kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur , Barnabas Suebu,SH dan Alex Hesegem, SE, 25 Juli 2006 – 25 Juli 2007. Pemerintah Provinsi Papua, Jayapura.
17)    Swianiewicz, P. 2002. Consolidation or Fragmentation? The Size of Local Governments in Central and Eastern Europe. Local Government and Public Service Reform Initiative, Open Society Institute Budapest, Budapest.
18)    Tarigan, A. 2010. Dampak Pemekaran Wilayah. Perencanaan Pembangunan, 16(01): 34-41.
19)    Tiebout, C.M. 1956. A Pure Theory of Local Expenditures. The Journal of Political Economy. 64(5): pp. 416-424.

b.      Hipotesis
1.    Di satu sisi bisa dilihat bahwa Papua sudah memasuki abad baru yang ditandai dengan kehadiran birokrasi modern, penggunaan teknologi informasi, dan kegiatan-kegiatan ekonomi uang yang merupakan bagian dari ekonomi global, serta sudah memiliki berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta.
2.    Tetapi di sisi lain, masih banyak masyarakatnya yang hidup dalam kebudayaan subsisten yang tradisional dan terisolasi, sebagian penduduknya ada yang masih buta huruf.
4.      Metode Penelitian
a.       Jenis Penelitian                : Perpustakaan dan Dokumenter
b.      Metode Analisis              : t-test equal mean
5.      Hasil Analisis                                    
a)         Untuk menolak hipotesa terdapat perbedaan rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita (LP) antara sebelum dan sesudah pemekaran, dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 95% dapat dinyatakan bahwa rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita diantara kondisi sebelum dan sesudah terjadi pemekaran adalah sama. Dapat digeneralisasikan bahwa kebijakan pemekaran daerah tidak mempunyai dampak terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita, yang sekaligus juga dapat dikatakan tidak mempengaruhi tingkat kesejahteraan penduduk di Provinsi Papua.
b)        Untuk menerima hipotesa bahwa ratarata tingkat kemiskinan di desa sebelum dan sesudah pemekaran wilayah adalah sama atau tidak berbeda. Dengan demikian dapat digeneralisasikan bahwa kebijakan pemekaran wilayah di Provinsi Papua tidak mempengaruhi tingkat kemiskinan di desa
c)         Diputuskan untuk mengatakan bahwa varians diantara kondisi sebelum dan sesudah pemekaran adalah berbeda atau tidak sama. Oleh karena probabilitanya lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak ada perbedaan rata-rata tingkat ketimpangan antarwilayah pada kondisi sebelum dan sesudah pemekaran wilayah.
6.      Simpulan dan Saran
a.         Simpulan
1.       Kebijakan pemekaran daerah tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan pendapatan per kapita.
2.   Ada indikasi yang kuat dan signifikan bahwa pemekaran daerah mempunyai pengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan di daerah kota. Secara keseluruhan pemekaran daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Papua.
3.        Kebijakan pemekaran daerah di Provinsi Papua hanya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Papua.
b.         Saran
1.        Perlu adanya perumusan ulang kebijakan pemekaran yang tidak semata terbatas pada perumusan pasal-pasal yang terkait dengan kelayakan, dan proses pemekaran tetapi juga kebijakan yang mampu untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Karena dengan melakukan pemekaran membutuhkan biaya ekonomi dan politik yang mahal, artinya, perlu dirumuskankebijakan alternatif di luar pemekaran yang bisa memenuhi tuntutan masyarakat.
2.        Memberikan peran yang lebih besar kepada masyarakat untuk menentukan pemekaran ataupun penggabungan atas dasar informasi yang komprehensif tentang implikasi positif dan negatif pemekaran daerah bagi pelayanan publik.
3.        Jika kinerja perekonomian maupun keuangan daerah otonom baru cenderung menurun, perlu adanya kebijakan penggabungan kembali dengan daerah induk, atau penggabungan dengan DOB yang lain. Selain itu jika keinginan untuk pemekaran daerah yang dimotivasi oleh tuntutan pembangunan ekonomi di suatu wilayah, pemerintah bisa mensikapinya dengan memeratakan pembangunan ekonomi, atau bila sesuai dengan parameter yang ada, dengan menetapkannya sebagai kawasan khusus dalam pembangunan ekonomi. Dengan demikian pemerintah daerah akan lebih fokus untuk melaksanakan pembangunan di daerah yang dimaksud.


Sumber : http://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/view/1544/895

No comments:

Post a Comment